Sabtu, 23 Juli 2011

PERILAKU KERJA NON-PRODUKTIF DALAM ORGANISASI

Ini adalah topik obrolan dengan beberapa pejabat tinggi di lingkungan Polri mengenai perilaku kontra-produktif di dalam organisasi yang harus diwaspadai oleh setiap organisasi, termasuk di lingkungan Polri. Dalam teori organisasi, kinerja yang tinggi ditentukan oleh banyak variabel, dan salah satunya adalah variabel perilaku individu dalam bekerja. Nah, jika kita memahami konsep kompetensi, maka kita tahu bahwa perilaku (attitude) adalah salah satu komponen dalam kompetensi. Komponen kompetensi lainnya adalah pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skills). Selain kompetensi, juga terdapat variabel lainnya, seperti motivasi.

Setidaknya, ada 3 (tiga) perilaku kontra-produktif dalam bekerja (work attitude) di dalam organisasi yang harus diwaspadai. Ketiga perilaku tersebut adalah (1) perilaku kerja simbolik, (2) perilaku kerja minimalis, serta (3) perilaku kerja individu atau sektoral.
Perilaku kerja simbolik adalah suatu perilaku dalam bekerja yang hanya bertujuan untuk memuaskan atasan atau pihak lain, sementara kondisi sebenarnya berbeda dengan yang dilaporkan. Perilaku ini lebih mementingkan hal-hal yang sifatnya seremonial, tetapi substansi pekerjaan cenderung kurang mendapat perhatian. Pengertian seremonial di sini sangat luas, mulai dari sekedar menyenangkan atasan, sampai dengan sekedar menyenangkan masyarakat banyak melalui simbol-simbol yang tidak relevan dengan substansi pekerjaan. Tujuan pekerjaan hanyalah untuk memperoleh pengakuan simbolik, bukanlah untuk mengukir prestasi dalam kerangka tugas pokok yang sesungguhnya. Misalnya, kita telah menyelenggarakan program pembenahan perilaku dengan pelatihan spirituality quotient, dan itu pelaksanaan pelatihannya yang ditonjolkan, bukanlah dampak dari pelatihan itu sendiri yaitu apakah sudah terjadi perubahan perilaku atau belum. Inilah yang dimaksud dengan perilaku kerja simbolik.

Nah, perilaku kerja simbolik ini terbentuk karena atasan jarang “turun ke bawah” untuk melakukan pengawasan sehingga tidak mengetahui persis apa yang terjadi “di lapisan bawah”. Atasan cenderung langsung percaya dengan semua laporan yang masuk tanpa melakukan analisis lebih mendalam. Perilaku atasan seperti itu akan menimbulkan perilaku kerja simbolik pada bawahan, karena mereka tahu bahwa atasan “bisa dikibuli dengan laporan yang bagus-bagus saja”. Dengan demikian, atasan perlu untuk sering “turun ke bawah” untuk mencegah atau mengurangi perilaku kerja simbolik ini. Saya pernah menulis perilaku simbolik ini dalam skala yang lebih luas yaitu budaya simbolik (lihat di sini).
Perilaku kerja yang kedua yang kontraproduktif adalah perilaku kerja minimalis, yaitu suatu perilaku kerja yang tidak menghasilkan kerja yang tinggi, melainkan kerja yang seadanya, alias minimalis. Prinsip perilaku ini adalah kerja seadanya tanpa ada suatu keinginan untuk memberikan yang terbaik dengan mengerahkan segala daya upaya. Meminjam istilah Jim Collinsdalam teori good to great, perilaku kerja orang-orang seperti ini tidak menggambarkan BHAG (big hairy audacious goals) yang dibutuhkan untuk berkinerja tinggi.
Mengapa perilaku kerja minimalis muncul? Penyebabnya ada 2 (dua) kemungkinan, yaitu (1) kurang kompeten, sehingga tidak mampu menghasilkan kinerja yang tinggi, atau (2) tidak memiliki kemauan untuk menghasilkan kinerja yang tinggi, biasanya karena tidak ada motivasi. Jadi, pengembangan kompetensi dan peningkatan motivasi sangat diperlukan untuk mencegah atau mengurangi perilaku kerja minimalis ini.
Perilaku kerja kontra-produktif yang terakhir adalah perilaku kerja sektoral yang sangat bertentangan dengan semangat teamwork atau sinergi. Perilaku kerja sektoral adalah suatu perilaku di mana orang-orang bekerja dengan saling penuh curiga, hanya ingin memajukan individu atau kelompoknya semata, dan tidak ada keinginan untuk mencapai kinerja yang tinggi secara organisasional.
Mengapa perilaku kerja individu atau sektoral ini muncul? Jawabannya adalah karena persaingan yang tidak sehat di dalam organsiasi. Masing-masing individu berlomba-lomba untuk unjuk kemampuan, tetapi tidak membangun sinergi. Padahal, berbagai persoalan yang dihadapi oleh organisasi membutuhkan pemecahan yang sifatnya holistik dan komprehensif, di mana ego sektoral harus disingkirkan. Pada perilaku kerja seperti ini, kesadaran akan pentingnya teamwork dan sinergi di dalam organisasi atau bahkan antar-organisasi harus dibangun.
Masih ada lagi perilaku kerja kontra-produktif lainnya, tetapi ketiga perilaku yang di atas itu yang dominan terjadi di dalam organisasi. Ada suatu perilaku pamungkas yang bisa menekan ketiga perilaku negatif di atas berkembang di dalam organsiasi, yaitu gaya kepemimpinan keteladanan atau leading by example yang ditunjukkan oleh atasan. Para atasan harus menunjukkan perilaku kerja yang produktif, yaitu tidak hanya simbolik, menghasilkan kinerja yang optimal dan tidak hanya minimal, serta membangun teamwork dan sinergi dengan pihak lain.

repost from :http://ririsatria40.wordpress.com

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More